Pages

Subscribe:

Main Menu

AYO BACA AL-QURAN

AYO BACA AL-QURAN
Rasululah SAW Bersabda : Rumah-rumah yang di dalamnya selalu dibacakan ayat-ayat al-Qur'an akan tampak oleh penghuni langit seperti bintang gemintang tampak oleh penghuni bumi, Setiap huruf dan bacaan al-Qur'an, memperoleh satu kebaikan dari Allah, yakni satu kebajikan berkelipatan sepuluh

HADITS DAN FIQIH

HADITS DAN FIQIH
“Ya Allah, maafkanlah kesalahan kami, ampunkanlah dosa-dosa kami. Dosa-dosa kedua ibu bapa kami, saudara-saudara kami serta sahabat-sahabat kami. Dan Engkau kurniakanlah rahmatMu kepada seluruh hamba-hambaMu. Ya Allah, dengan rendah diri dan rasa hina yang sangat tinggi. Lindungilah kami dari kesesatan kejahilan yang nyata mahupun yang terselindung. Sesungguhnya tiadalah sebaik-baik perlindung selain Engkau. Jauhkanlah kami dari syirik dan kekaguman kepada diri sendiri. Hindarkanlah kami dari kata-kata yang dusta. Sesungguhnya Engkaulah yang maha berkuasa di atas setiap sesuatu.”

Doa-Doa Mustajab

Doa-Doa Mustajab
"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami berikanlah ampunan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)." (QS. Ibr�h�m: 41-42).

Daftar Nama Pemberi Zakat Infaq dan Shadaqah

Suhartono Rp. 50.000, Sulasmi Rp. 150.000, Bambang SM Rp. 250.000, Agus Suharto Rp. 150.000, Marzuki Rp. 500.000, Belina S. Rp. 350.000, Agung M Rp. 200.000, Abd. Rojak Rp. 150.000, Achmad Sumarno Rp.75.000, Total Sementara Rp. 1.875.000 Terimakasih atas partisipasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Hikmah

**** Ya Allah kuingin terus berjumpa dengan bulan Ramadhan Ya Allah berilah kesempatan kepada kami untuk bisa terus berjumpa dengan bulan Ramadhan di tahun-tahun berikutnya. Kusadari, setelah kuperiksa catatan keuanganku ternyata belum banyak yang aku infaqkan, kubuka keuangan perusahaan, ternyata masih sedikit yang aku berikan di Jalan Allah. Kuberharap Ramadhan berikutnya bisa memaksimalkan ibadahku, memaksimalkan harta yang kuberikan di jalan Allah. Ya Allah terimalah apa yang kami punya yang akan segera ditransfer ke akhirat. berkahilah usaha kami, lapangkanlah rezeki kami. Ya Allah berilah ganti yang terbaik buat mereka yang telah mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Sehatkanlah badannya, sehatkanlah pendengarannya dan sehatkanlah penglihatannya. Kabulkanlah hajat terbaik mereka, yang belum berjodoh agar dipertemukan dengan pasangan yang terbaik, yang belum punya anak, segera dapat mempunyai anak, yang sakit, sembuhkanlah, berkahilah usahanya, mudahkanlah urusannya dan lapangkanlah rezekinya. Ya Allah maafkanlah kesalahan-kesalahan kami, ampunila dosa-dosa kami dan rahmatilah kami.
=====================================
“******** Tujuh golongan yg akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya di hari tdk ada naungan kecuali naungan-Nya. 1. Pemimpin yg adil, 2. Pemuda yg sentiasa beribadat kepada Allah semasa hidupnya, 3. Orang yg hatinya sentiasa berpaut pada masjid-masjid 4. Dua orang yg saling mengasihi karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, 5. Seorang lelaki yg diundang oleh seorang perempuan yang mempunyai kedudukan dan rupa paras yg cantik utk melakukan kejahatan tetapi dia berkata, 'Aku takut kepada Allah!', 6. Seorang yg memberi sedekah tetapi dia merahsiakannya seolah-olah tangan kanan tidak tahu apa yg diberikan oleh tangan kirinya dan 7. Seseorang yg mengingati Allah di waktu sunyi sehingga mengalirkan air mata dr kedua matanya" (HR. Bukhari & Muslim).”
=====================================
“***** Ya Allah, maafkanlah kesalahan kami, ampunkanlah dosa-dosa kami. Dosa-dosa kedua ibu bapa kami, saudara-saudara kami serta sahabat-sahabat kami. Dan Engkau kurniakanlah rahmatMu kepada seluruh hamba-hambaMu. Ya Allah, dengan rendah diri dan rasa hina yang sangat tinggi. Lindungilah kami dari kesesatan kejahilan yang nyata mahupun yang terselindung. Sesungguhnya tiadalah sebaik-baik perlindung selain Engkau. Jauhkanlah kami dari syirik dan kekaguman kepada diri sendiri. Hindarkanlah kami dari kata-kata yang dusta. Sesungguhnya Engkaulah yang maha berkuasa di atas setiap sesuatu.”

Selasa, 14 Agustus 2012

Hidup Sederhana

Nafsu manusia kadang seperti air. Tak pernah henti untuk selalu mengalir. Selama masih ada celah, di situlah air mengalir. Bedanya dengan air yang mengalir ke tempat lebih rendah, nafsu terus mengalir ke arah sebaliknya.

Manusia bisa dibilang makhluk yang jarang cepat puas. Selalu saja ujung dari sebuah pencarian lagi-lagi bertemu pada satu titik: kurang. Keadaan itu persis seperti orang yang selalu mendongak ke atas. Dan lengah menatap ke bawah.

Itulah kenapa orang tanpa sadar kehilangan daya peka. Kepekaannya dengan lingkungan sekitar menjadi tumpul. Bahkan mungkin, di tengah hiruk pikuknya mengejar yang atas, tanpa terasa kalau yang di bawah terinjak-injak. Jadi, pisau kepekaan bukan sekadar tumpul, bahkan berkarat sama sekali.

Orang menjadi tidak mampu menyelami apa yang terjadi di sekelilingnya. Sulit merasakan kalau di saat kita terlelap dalam keadaan kenyang, sejumlah tetangga terus terjaga karena menahan perut yang lapar. Sulit menangkap keinginan anak-anak tetangga untuk tetap bersekolah, ketika sebagian kita tengah sibuk mencari sekolah top buat anak-anak, berapa pun mahalnya.

Ketidakpekaan itu akhirnya menggiring diri untuk tampil tak peduli. Kesederhanaan menjadi barang langka. Ada semangat tampil serba wah. Ada bahasa yang sedang diungkapkan, “Saya memang beda dengan kalian!”

Ketika terjadi proses melengkapi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan mungkin hal-hal lain seperti alat komunikasi; ada pergeseran yang nyaris tanpa terasa. Sebuah pergerseran dari nilai fungsi kepada nilai gengsi.

Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok itu tidak lagi menimbang sekadar fungsi, tapi lebih kepada gengsi. Ada sesuatu yang sedang dikejar dari proses pemenuhan itu: trend dan gengsi. Biasanya, nilai gengsi jauh lebih mahal dari nilai fungsi. Bahkan, bisa berkali-kali lipat.

Di sisi lain, ada semacam ketergantungan dengan penampilan mode yang tentu saja datang dari negeri pedagang budaya. Mereka begitu pintar mengemas barang dagangan dalam bentuk yang sangat menarik. Halus, tanpa kesan menggurui. Kemasan bisa melalui film, berita mode dan sebagainya. Tanpa sadar, orang sedang terhipnotis dalam cengkeraman para pedagang budaya. Repotnya, ketika pedagang budaya sebagian besar menuhankan hidup materialistis. Semua tanpa sadar menuhankan gengsi.

Mungkinkah perilaku konsumsi seperti itu hinggap dalam diri umat Islam? Masalahnya memang bukan sekadar muslim atau bukan. Tapi sejauhmana umat Islam memahami nilai budaya Islam. Dan membumikannya dalam kenyataan hidup sehari-hari.

Mereka yang tidak paham dengan Islam biasanya memang tidak peduli dengan urusan orang lain. Walaupun itu satu keyakinan. Tidak ada ajaran yang menyentuh hati mereka untuk mau memperhatikan nasib saudaranya. Hidup bagi mereka adalah diri mereka sendiri. Tidak ada hubungannya dengan orang lain.

Sementara Islam, sangat menjunjung tinggi nilai persaudaraan. Bahkan nilainya bisa sama dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak beriman seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari Muslim)

Selain tumpulnya kepekaan dan kungkungan trend budaya orang lain, ada sebab lain yang membuat orang jauh dari sederhana. Itulah imperiority, atau merasa rendah di hadapan orang lain. Rasa rendah diri itu memompa segala daya yang dimiliki untuk tampil melebihi orang yang dianggap lebih. Paling tidak, ada kepuasan diri jika tampilan bisa dianggap lebih.

Penyakit seperti itu biasa hinggap di negeri-negeri jajahan. Mereka biasa hidup susah. Sementara para penjajah hidup mewah. Ketika kesempatan hidup mewah terbuka lebar, sifat rendah diri berubah menjadi jiwa eksploitasi. Apa pun yang bisa diraih, diambil sebanyak-banyaknya demi kepuasan tampil lebih.

Hal itulah yang diwaspadai Khalifah Umar bin Khaththab ketika mencermati para gubernurnya. Ia khawatir, di saat kesempatan terbuka lebar, para gubernur hilang kesadaran. Umar pernah menghukum Amru bin Ash, sang gubernur Mesir kala itu yang berbuat semena-mena terhadap seorang rakyatnya yang miskin.

Seorang gubernur yang bertugas di Hamash, Abdullah bin Qathin pernah dilucuti pakaiannya oleh Umar. Sang khalifah menyuruh menggantinya dengan baju gembala. Bukan itu saja, si gubernur diminta menjadi penggembala domba sebenarnya untuk beberapa saat. Hal itu dilakukan Umar karena sang gubernur membangun rumah mewah buat dirinya. “Aku tidak pernah menyuruhmu membangun rumah mewah!” ucap Umar begitu tegas.

Teladan lain pernah diperlihatkan sahabat Rasul yang bernama Mush’ab bin Umair. Pemuda kaya ini tiba-tiba berubah drastis ketika memeluk Islam. Ia yang dulu selalu tampil trendi, serba mewah, menjadi pemuda sederhana yang hampir seratus persen berbeda dengan sebelumnya. Bahkan Mush’ab rela meninggalkan segala kekayaannya demi menunaikan dakwah di Madinah.

Ada yang menarik dari seorang mantan duta besar Jerman untuk Al-Jazair. Beliau bernama Wilfred Hoffman. Setiapkali mengunjungi pesta kalangan diplomat atau pejabat negara, isterinya selalu menjadi pusat perhatian.

Pasalnya, di acara-acara bergengsi seperti itu, isterinya tidak pernah mengenakan busana dan perhiasan mewah. Sebuah kenyataan di luar kelaziman buat kalangan petinggi negara seperti Jerman. Bagaimana mungkin seorang duta besar negara kaya bisa tampil ala kadarnya. Padahal, para pejabat dari negara miskin saja bisa tampil gemerlap. Ada apa?

Ternyata, Hoffman dan isterinya memang sengaja seperti itu. Ia lebih memilih hidup sederhana, ketimbang tampil mewah. Justru, dengan tampilan seperti itulah, Hoffman dan isterinya lebih dianggap daripada dubes dan pejabat lain yang hadir.

Meraih segala kemampuan materi memang sulit. Tapi lebih sulit lagi mengendalikannya menjadi tampilan sederhana. Karena nafsu memang tidak pernah berhenti mengalir ke segala arah.
Dari Abu Hurairah r.a: “Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: “Ya Rasulullah, sedekah manakah yang teragung pahalanya?” Rasulullah s.a.w. bersabda:
“jikalau engkau bersedekah, sedangkan engkau itu masih sehat, dan sebenarnya engkau merasa sayang mengeluarkan sedekah itu, karena takut menjadi fakir dan engkau amat mengharap-harapkan untuk menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda, sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkong lalu berkata: “Untuk si Fulan itu, yang ini dan untuk si Fulan ini, yang itu, sedangkan orang yang engkau maksudkan itu
telah memiliki apa yang hendak kau berikan.” (Muttafaq ‘alaih)


SEDEKAH tidak perlu menunggu harta cukup nishab atau menunggu banyak harta.
Dianjurkan untuk senantiasa bersedekah dalam kondisi apapun. Sebagaimana Firman Allah Swt yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan/menyedekahkan (hartanya), baik di waktu lapang (banyak rizki) maupun sempit (tidak banyak rizki), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Imron (3): 134)
Sahabat Ali bin Abi Thalib dalam sebuah riwayat ketika memiliki empat dirham. Ia menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.

Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. (QS. Al-Baqarah (2): 261)

Berapapun uang anda, bersedekahlah setiap hari

Siapa yang ingin usaha maju mendapat keuntungan yang berlipat-lipat? Ayo Berinfaq!
Siapa yang ingin penyakit segera sembuh? Ayo Berinfaq!
Siapa yang ingin cepet dapet jodoh? Ayo Berinfaq!
Siapa yang ingin urusannya dimudahkan? Ayo Berinfaq!
Siapa yang ingin ujiannya lulus? Ayo Berinfaq!
Berapakah seharusnya saya berinfaq?

Inilah rumus matematika sedekah.
Siapa yang menginkan 10, infaqkan saja 1
Siapa menginfaqkan 1, ia akan dapat 10
Jika anda punya uang 1 juta dan ingin mendapatkan uang dua juta, cukup anda infaqkan 200 ribu, namun jika anda menginginkan yang 10 juta, infaqkan saja semuanya yang satu juta.

Jika perusahaan menginginkan keuntungan hingga seratus maka anda mesti menginfaqkan sebesar sepuluh juta, atau jika perusahaan anda keuntungannya bersih 1 milyar menginginkan penambahan keuntungan hingga 2 milyar, perusahaan anda mesti keluarkan infaq 200 juta.

Jika anda sakit, dan sang dokter memberikan rincian biaya yang mesti dikeluarkan selama 1 bulan perawatan adalah 100 juta, maka untuk mempercepat kesembuhan infaqkan saja 10 juta

Segera buktikan ayat-ayat Allah bahwa itu akan tergantikan 10 kali lipat bahkan bisa lebih dari 700 kali lipat, anda mesti yakin. Berbagilah kepada sesama, kepada orang-orang yang disekitar anda yang lebih membutuhkan dan tunggulah keajaiban itu tidaklah lagi akan datang.

Jika itu terbukti, anda mesti menjadi orang yang ketagihan dalam berinfaq. Lihatlah orang-orang yang disekeliling anda yang lebih membutuhkan dari anda. Kunjungilah orang-orang yang tak mampu,

Alihkan belanja anda yang tadinya ke toko besar ke warung-warung kecil di sekitar anda, belanja sayuran kepada tukang sayur keliling, mudah-mudahan itu akan lebih membantu mereka

Ya Allah kuingin terus berjumpa dengan bulan Ramadhan

Ya Allah berilah kesempatan kepada kami untuk bisa terus berjumpa dengan bulan Ramadhan di tahun-tahun berikutnya.

Kusadari, setelah kuperiksa catatan keuanganku ternyata belum banyak yang aku infaqkan, kubuka keuangan perusahaan, ternyata masih sedikit yang aku berikan di Jalan Allah. Kuberharap Ramadhan berikutnya bisa memaksimalkan ibadahku, memaksimalkan harta yang kuberikan di jalan Allah

Ya Allah terimalah apa yang kami punya yang akan segera ditransfer ke akhirat. berkahilah usaha kami, lapangkanlah rezeki kami.

Ya Allah berilah ganti yang terbaik buat mereka yang telah mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Sehatkanlah badannya, sehatkanlah pendengarannya dan sehatkanlah penglihatannya.

Kabulkanlah hajat terbaik mereka, yang belum berjodoh agar dipertemukan dengan pasangan yang terbaik, yang belum punya anak, segera dapat mempunyai anak, yang sakit, sembuhkanlah, berkahilah usahanya, mudahkanlah urusannya dan lapangkanlah rezekinya.

Ya Allah maafkanlah kesalahan-kesalahan kami, ampunila dosa-dosa kami dan rahmatilah kami.

Akibat Memperlakukan Seorang Ibu Sebagai Pembantu Bagi Dirinya

Seorang anak berlaku kasar kepada ibunya. Dia tidak hanya suka teriak-teriak di wajahnya, akan tetapi suka mencaci dan memakinya. Ibunya yang telah tua, seringkali berdoa kepada Allah ta’ala agar Allah meringankan kekerasan dan kekejaman anaknya. Dia menjadikan ibunya sebagai pembantu yang membantu dan mengurusi segala kebutuhannya, sedangkan ibunya sendiri tidak membutuhkan pengurusan dan bantuannya. Betapa sering air matanya mengalir di kedua pipinya, berdoa kepada Allah ta’ala agar memperbaiki belahan hatinya dan memberikan hidayah kepada hatinya.

Pada suatu hari dia menemui ibunya dengan raut wajah kejahatan yang terlihat dari kedua matanya. Dia berteriak-teriak di wajah ibunya, “Apakah ibu belum menyiapkan makanan juga?” Dengan segera ibunya mempersiapkan dan menghidangkan makanan untuknya. Akan tetapi tatkala dia melihat makanan yang tidak dia suka, maka dia melemparnya ke tanah.

Dia marah dan berucap, “Sungguh, aku kena musibah dengan wanita yang sudah tua renta, aku tidak tahu, kapan aku bisa berlepas diri darinya.” Ibunya menangis seraya berkata, “Wahai anakku, takutlah kamu kepada Allah terhadapku. Tidakkah kamu takut kepada Allah? Tidakkah kamu takut akan murka dan kemarahanNya?” Karena mendengar kata-kata ibunya, maka kemarahannya pun memuncak, dia memegang baju ibunya dan mengangkatnya. Dia mengguncang-guncang ibunya dengan kuat seraya menghardik, “Dengar, aku tidak mau dinasihati. Bukan aku yang mesti dibilang harus bertakwa kepada Allah.”

Lalu dia melempar ibunya. Ibunya jatuh tersungkur. Tangisnya bercampur dengan tawa anaknya yang penuh dengan kepongahan seraya mengatakan, “Ibu pasti akan mendoakan kecelakaan bagiku. Ibu mengira Allah akan mengabulkannya.” Kemudian dia keluar rumah sambil mengolok-olok ibunya. Sementara sang ibu, dia berlinangan air mata kesedihan, menangis siang dan malam tiada henti.

Adapun anaknya, dia lalu menaiki mobilnya. Bergembira dan bersuka cita sambil mendengarkan musik. Dia kencangkan volume tapenya. Dia lupa akan apa yang telah dia perbuat terhadap ibunya yang malang. Dia meninggalkan ibunya dalam keadaan bersedih hati sendirian, hatinya menelan rasa sakit, mengalami kesedihan yang sangat mendalam.

Dia punya acara ke luar kota. Tatkala mobilnya melaju di jalan raya dengan kecepatan membabi buta, tiba-tiba ada seekor unta berada di tengah jalan. Dia terguncang dan kehilangan keseimbangan. Dia mencoba untuk menguasai keadaan, akan tetapi tidak ada jalan keluar dari takdir. Dalam kecelakaan itu, ada potongan besi mobil yang masuk ke dalam perutnya, akan tetapi dia tidak langsung tewas. Allah ta’ala menangguhkan kematiannya. Dia berpindah dari operasi satu ke operasi yang lain, hingga akhirnya terbaring di tempat tidur, tidak bisa bergerak sama sekali. (Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 69-71.)

dari : http://www.alsofwa.com/9362/253-kisah-akibat-memperlakukan-seorang-ibu-sebagai-pembantu-bagi-dirinya.html

Diposting oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim, dinukil dari : “Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga”, karya : Ghalib bin Sulaiman bin Su’ud al-Harbi. Edisi terjemah cet. Pustaka Darul Haq Jakarta.

Kamis, 09 Agustus 2012

Kisah Rasul Untuk Kita Semua

Saat Penjaga Arasy Lupa Dengan Bacaan Tasbih dan Tahmidnya
Suatu hari Rasulullah Muhammad SAW sedang tawaf di Kakbah, baginda mendengar seseorang di hadapannya bertawaf sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”.....Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”........Orang itu berhenti di satu sudut Kakbah dan menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”....... Rasulullah yang berada di belakangnya menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.
Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah bukan karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”.......Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu........“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya Rasulullah SAW.
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya walaupun saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab badui itu.....Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.....Dengan segera orang itu tunduk dan mencium kedua kaki Rasulullah SAW.
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badui itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, lalu berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar.”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan Allah, jika Allah akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan denganNya.”
Orang Arab badui berkata lagi, “Jika Allah akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”
Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Sekarang katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”
Betapa sukanya orang Arab badui itu, apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa terharu.

Rabu, 08 Agustus 2012

BUKTI-BUKTI IKHLAS

Fit-Thariq Ilallah: An-Niyyah wal-Ikhlas, Dari. Yusuf al-Qaradhawi
Ikhlas itu mempunyai bukti penguat dan tanda-tanda yang banyak sekali, contohnya dalam kehidupan orang yang mukhlis; dalam tindak-tanduknya, dalam pandangan terhadap dirinya dan juga orang lain. Di antaranya adalah:

Pertama: Takut Kemasyhuran

Takut kemasyhuran dan menyebarnya kemasyhuran ke atas dirinya, lebih-lebih lagi jika dia termasuk orang yang mempunyai pangkat tertentu. Dia perlu yakin bahawa penerimaan amal di sisi Allah hanya dgn cara sembunyi-sembunyi, tidak secara terang-terangan dan didedahkan. Sebab andaikata kemasyhuran seseorang memenuhi seluruh angkasa, lalu ada niat tidak baik yang masuk ke dalam dirinya, maka sedikit pun manusia tidak memerlukan kemasyhuran itu di sisi Allah.
Maka dari itu zuhud dalam masalah kedudukan, ke
masyhuran, penampilan dan hal-hal yang serba gemerlap lebih besar darip zuhud dalam masalah harta, syahwat perut dan kemaluan. Al-Imam Ibn Syihab az-Zuhri berkata: “Kami tidak melihat zuhud dalam hal tertentu yang lebih sedikit darip zuhud dalam kedudukan. Engkau melihat seseorang berzuhud dalam masalah makanan, minuman dan harta. Namun jika kami membahagi-bahagikan kedudukan, tentu mereka akan berebut dan meminta lebih banyak lagi.”
Inilah yang membuat para ulama salaf dan orang-orang shaleh antara mereka mengkhuatirkan dan menyangsikan hatinya dari ujian kemasyhuran, penipuan dan kedudukan. Oleh kerana itu mereka memperingatkan hal ini kepada murid-muridnya. Para pengarang buku telah meriwayatkan dalam pelbagai gambaran tentang tingkah laku ini, seperti Abu Qasim a-Qusyairi dalam ar-Risalah, Abu Thalib al-Makky dalam Qutul-Qulub, dan al-Ghazali di dalam al-Ihya’.
Begitu pula yang dikatakan seorang zuhud yang terkenal, Ibrahim bin Adham, “Allah tidak membenarkan orang yang suka kemasyhuran.”
Beliau juga berkata, “Tidak sehari pun aku berasa gembira di dunia kecuali hanya sekali. Pada suatu mlm aku berada di dalam masjid salah satu desa di Syam, dan ketika itu aku sdg sakit perut. Lalu muazzin dtg dan menyeret kakiku hingga keluar dari masjid.”
Beliau berasa senang kerana muazzin tersebut tidak mengenalinya. Maka dari itu beliau diperlakukan secara kasar, kakinya diseret seperti seorang pesakit. Beliau meninggalkan kedudukan dan kekayaannya kerana Allah. Sebenarnya ketika itu beliau tidak ingin keluar jika tidak sakit.
Seorang zuhud yang terkenal, Bisyr al-Hafy berkata, “Saya tidak mengenal orang yang suka kemasyhuran melainkan agama menjadi sirna dan dia menjadi hina.”
Beliau juga berkata, “Tidak akan merasakan manisnya kehidupan akhirat orang yang suka terkenal di tengah manusia.”
Seseorang pernah menyertai perjalanan Ibn Muhairiz. Ketika hendak berpisah, orang itu berkata, “Berilah aku nasihat.”
Ibn Muhairiz berkata, “Jika boleh hendaklah engkau mengenal tetapi tidak dikenal, berjalanlah sendiri dan jangan mahu diikuti, bertanyalah dan jangan ditanya. Lakukanlah hal ini.”
Ayyub as-Sakhtiyani berkata, “Seseorang tidak berniat secara benar kerana Allah kecuali jika dia suka tidak merasakan kedudukannya.”
Khalid bin Mi’dan adalah seorang ahli ibadah yang dipercayai. Jika semakin ramai orang-orang yang berkumpul di sekelilingnya, maka beliau pun beranjak pergi krg takut dirinya menjadi terkenal.
Salim bin Handzalah menceritakan, “Ketika kami berjalan secara beramai-ramai di blkg Ubay bin Ka’ab, tiba-tiba Umar melihatnya lalu melemparkan susu ke arahnya.”
Ubay bin Ka’ab lalu bertanya, “Wahai Amirul Mu’minin, apakah yang telah engkau lakukan?”
Jawab Umar, “Sesungguhnya kejadian ini merupakan kehinaan bagi yang mengikuti dan ujian bagi yang diikuti.”
Ini merupakan perhatian Umar bin al-Khattab secara psikologi terhadap fenomena yang pada permulaannya boleh menimbulkan kesan dan pengaruh yang jauh terhadap kejiwaan orang-orang yang mengikuti dan sekaligus orang yang diikuti.
Diriwayatkan dari al-Hasan, beliau berkata, “Pada suatu hari Ibn Mas’ud keluar dari rumahnya, lalu diikuti beberapa orang. Maka beliau berpaling ke arah mereka dan berkata: “Ada apa kamu mengikutiku? Demi Allah, andaikata kamu tahu alasanku menutup pintu rumahku, dua orang antara kamu pun tidak akan dpt mengikutiku.”
Pada suatu hari al-Hasan keluar rumah lalu diikuti beberapa orang. Beliau bertanya, “Apakah kamu ada keperluan kepadaku? Jika tidak, mengapa kejadian seperti ini masih tersemat dalam hati orang Mu’min?”
Ayyub as-Sakhtiyani melakukan suatu perjalanan, lalu ada beberapa orang yang mengalu-alukan kedatangannya. Beliau berkata, “Andaikata tidak kerana aku tahu bahawa Allah mengetahi isi hatiku tentang ketidaksukaan aku terhadap hal ini, tentu aku takut kebencian dari Allah.”
Ibn Mas’ud berkata, “Jadilah kamu sbagi sumber ilmu, pelita petunjuk, penerang rumah, obor pada waktu mlm dan pembaharu hati yang diketahui penduduk langit, namun tidak dikenal penduduk bumi.”
Al-Fudhayl ibn Iyadh berkata, “Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Apa sukarnya engkau tidak dikenal? Apa sukarnya engkau tidak disanjung-sanjung? Tidak mengapalah engkau tercela di hadapan manusia selagi engkau terpuji di sisi Allah.
Athar-athar ini tidak mengajak kepada pengasingan atau uzlah. Orang-orang yang menjadi sumber riwayat ini adalah para imam dan da’ie. Mereka memiliki pengaruh yang amat baik dalam menyeru masyarakat, mengarahkan dan memperbaiki keadaan manusia. Tetapi yang dpt difahami dari sejumlah penyataan mereka adalah kebangkitan dari naluri jiwa yang tersembunyi, kewaspadaan terhadap tipudaya yang disusupkan syaitan ke dalam hati manusia, jika hati mereka dicampuri hal-hal yang serba gemerlap dan dikelilingi orang-orang yang mengikutinya.
Kemasyhuran itu sendiri bukanlah suatu yang tercela. Tiada yang lebih masyhur darip para Anbia’, al-Khulafa’ ar-Rasyidin, dan imam-imam mujtahidin. Tetapi yang tercela adalah mencari kemasyhuran, takhta dan kedudukan, serta sgt bercita-cita mendapatkannya. Kemasyhuran tanpa cita-cita ini tidaklah menjadi masalah, sekali pun ia ttp menjadi ujian bagi orang-orang yang lemah, seperti yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali.
Sejajar dgn pengertian ini yang telah disebuntukan dalam hadith Abu Dzar darip Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahawa Baginda pernah ditanya tentang seorang lelaki yang melakukan suatu amal kebajikan kerana Allah, lalu orang ramai menyanjungnya.
Maka Baginda menjawab, “Itu kurnia yang didahulukan, sekaligus khabar gembira bagi orang Mu’min.”  (HR Imam Muslim, Ibn Majah dan Ahmad)
Ada pula lafaz lain, “Seseorang melakukan amal kerana Allah lalu orang-orang pun menyukainya..”
Pengertian seperti inilah yang ditafsirkan oleh al-Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Ibn Jarir at-Thabary dan alin-lainnya.
Begitu pula hadith yang ditakhrij Imam at-Tirmidzi dan Ibn Majah, dari hadith Abu Hurairah, bahawa ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, ada seorang melakukan suatu amal dan dia pun senang melakukannya. Setiap kali dia melakukannya kembali, maka dia pun berasa takjub kepadanya.”
Baginda bersabda, “Dia mempunyai dua pahala, pahala kerana merahsiakan dan pahala memperlihatkan.”

Kedua: Menuduh Diri Sendiri

Orang yang mukhlis sentiasa menuduh diri sendiri sbagi orang yang berlebih-lebihan di sisi Allah dan krg dalam melaksanakan pelbagai kewajipan, tidak mampu menguasai hatinya kerana terpedaya oleh suatu amal dan takjub pada dirinya sendiri. Malahan dia sentiasa takut andaikata keburukan-keburukannya tidak diampunkan dan takut kebaikan-kebaikannya tidak diterima.
Kerana sikap seperti ini, ada sebahagian di antara para salaf yang menangis tersedu-sedu ketika jatuh sakit. Beberapa orang yang menziarahinya bertanya, “Mengapa engkau masih menangis, padahal engkau suka berpuasa, mendirikan solat malam, berjihad, mengeluarkan sedekah, haji umrah, mengajarkan ilmu dan banyak berzikir?”
Beliau menjawab, “Apa yang membuatkanku tahu bahawa hanya sedikit dari amal-amalku yang masuk dalam timbanganku dan juga diterima di sisi Rabb-ku? Sementara Allah telah berfirman, Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertaqwa,”
Satu-satunya sumber taqwa adalah hati. Maka dari itu al-Quran menambahinya dgn firman Allah yang bermaksud: “Maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati..”  (al-Hajj: 32)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Taqwa itu ada di sini,”  Baginda mengulanginya tiga kali dan menunjuk ke arah dadanya.  (HR Imam Muslim)
Sayyidah Aishah pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang orang-orang yang dinyatakan dalam firman Allah bermaksud: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dgn hati yang takut, (kerana mereka tahu bahawa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.”  (al-Mu’minun: 60)
“Apakah mereka orang-orang yang mencuri, berzina, meminum khamar dan mereka takut kepada Allah?”
Baginda menjawab, “Bukan wahai puteri as-Shiddiq. Tetapi mereka adalah orang-orang yang mendirikan solat, berpuasa, mengeluarkan sedekah, dan mereka takut amalnya tidak diterima. Mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehinya.”  (HR Imam Ahmad dan lain-lainnya)
Orang yang mukhlis sentiasa takut terhadap riya’ yang menyusup ke dalam dirinya, sdg dia tidak menyedarinya. Inilah yang disebut syahwah khafiyyah yang menyusup ke dalam diri orang yang meniti jalan kepada Allah tanpa disedarinya.
Dalam hal ini Ibn ‘Atha’illah memperingatkan, “Kepentingan peribadi dalam kederhakaan amat jelas dan terang. Sdgkan kepentingan peribadi di dalam ketaatan tersamar dan tersembunyi. Padahal menyembuhkan apa yang tidak nampak itu amat sukar. Boleh jadi ada riya’ yang masuk ke dalam dirimu dan orang lain juga tidak melihatnya. Tetapi kebanggaanmu bila orang lain melihat kelebihanmu merupakan budi ketidakjujuranmu dalam beribadah. Maka kosongkanlah pandangan orang lain terhadap dirimu. Cukup bagimu pandangan Allah terhadap dirimu. Tidak perlu bagimu tampil di hadapan mereka agar engkau terlihat di mata mereka.”

Ketiga: Beramal Secara Diam-Diam, Jauh Dari Liputan

Amal yang dilakukan secara diam-diam harus lebih disukai darip amal yang disertai liputan dan didedahkan. Dia lebih suka memilih menjadi perajurit bayangan yang rela berkorban, namun tidak diketahui dan tidak dikenali. Dia lebih suka memilih menjadi bahagian dari suatu jamaah, ibarat akar pohon yang menjadi penyokong dan saluran kehidupannya, tetapi tidak terlihat oleh mata, tersembunyi di dalam tanah; atau seperti asas bangunan. Tanpa asas, dinding tidak akan berdiri, atap tidak akan dpt dijadikan berteduh dan bangunan tidak dpt ditegakkan. Tetapi ia tidak terlihat, seperti dinding yang terlihat jelas. Syauqy berkata di dalam syairnya:
Landasan yang tersembunyi
Tidak terlihat mata kerana merendah
Bangunan yang menjulang tinggi
Di atasnya dibangun megah
Di bahagian sebelum ini telah dikemukakan hadith Mu’adz, “Sesungguhnya Allah menyintai orang-orang yang berbuat kebaikan, bertaqwa dan menyembunyikan amalnya, iaitu jika tidak hadir mereka tidak diketahui. Hati mereka adalah pelita-pelita petunjuk. Mereka keluar dari setiap tempat yang gelap.”

Keempat: Tidak Memerlukan Pujian Dan Tidak Tenggelam Oleh Pujian

Tidak meminta pujian orang-orang yang suka memuji dan tidak bercita-cita mendapatkannya. Jika ada seseorang memujinya, maka dia tidak terkecoh tentang hakikat dirinya di hdpn orang yang memujinya, kerana mmg dia lebih mengetahui tentang rahsia hati dan dirinya darip orang lain yang boleh tertipu penampilan dan tidak mengetahui batinnya.
Ibn ‘Atha’illah berkata, “Orang-orang memujimu dari persangkaan mereka tentang dirimu. Maka adalah engkau orang yang mencela dirimu sendiri kerana apa yang engkau ketahui pada dirimu. Orang yang paling bodoh adalah yang meninggalkan keyakinannya tentang dirinya kerana ada persangkaan orang-orang tentang dirinya.”
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anh, bahawa jika dipuji orang lain maka beliau berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku kerana apa yang mereka katakan. Berikanlah kebaikan kepadaku dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Ibn Mas’ud radhiallahu ‘anh berkata kepada orang-orang yang mengekori dan mengerumuninya, “Andaikata kamu tahu alasanku menutup pintu rumahku, dua orang antara kamu pun tidak akan dpt mengikutiku.” Padahal beliau adalah sahabat yang menonjol, pemuka petunjuk dan pelita Islam.
Sekumpulan orang memuji seorang Rabbani. Lalu dia mengadu kepada Allah sambil berkata, “Ya Allah, mereka tidak mengenalku dan hanya Engkaulah yang mengetahui siapa diriku.”
Salah seorang yang shaleh bermunajat kepada Allah, kerana sebahagian orang ada yang memujinya dan menyebut-nyebut kebaikan dan kemuliaan akhlaknya:
Mereka berbaik sangka kepadaku
Padahal hakikatnya tidaklah begitu
Tetapi aku adalah orang yang zalim
Sbagimana yang Engkau sedia maklum
Kau sembunyikan semua aib yang ada
Dari pandangan mata mereka
Kau kenakan pakaian menawan
Sbagi tabir tutupan
Jadilah mereka meyintai
Padahal aku tidak layak dicintai
Tapi hanyalah diserupai
Janganlah Engkau hinakan aku
Pada Hari Qiamat di tengah mereka
Jadikanlah aku yang mulia
Termasuk yang hina dina
Penyair yang shaleh ini mengisyaratkan makna yang lembut dan sgt penting, iaitu keindahan tabir yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya. Brp banyak cela yang tersembunyi, dan Allah menutupinya dari pandangan orang ramai. Andaikata Allah membuka tabir itu dari pandangan mereka, tentu kelemahannya akan terserlah dan kedudukannya akan jatuh. Tetapi kurnia Allah enggan untuk menyingkap tabir kelemahan hamba-hambaNya, sbagi kurnia dan kemuliaan baginya.
Seerti dgn ini telah dikatakan oleh Ibn ‘Atha’illah, “Sesiapa yang memuliakanmu, sbnrnya dia telah memuliakan keindahan tabir pada dirimu. Keutamaan ada pada diri orang yang memuliakanmu dan menutupi aibmu, bukan pada diri orang yang menyanjungmu dan berterima kasih kepadamu.”
Abu al-Atahiyah berkata dalam syairnya:
Allah telah berbuat baik kepada kita
Kerana kesalahan tidak menyebar ke mana-mana
Apa yang tersembunyi pada diri kita
Tentu tersingkap di sisiNya

Kelima: Tidak Kedekut Pujian Terhadap Orang Yang Mmg Layak Dipuji

Tidak kedekut memberikan pujian kepada orang lain yang mmg layak dipuji dan menyanjung orang yang mmg layak disanjung. Di sana ada dua bencana yang bakal muncul: Pertama, memberikan pujian dan sanjungan kepada orang yang tidak berhak. Kedua, kedekut memberikan pujian kepada orang yang layak.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memuji sekumpulan para sahabatnya, menyebut-nyebut keutamaan dan kelebihan mereka, seperti sabda Baginda tentang Abu Bakar yang bermaksud: “Andaikata aku boleh mengambil seorang kekasih selain Rabb-ku, nescaya aku mengambil Abu Bakar sbagi kekasihku. Tetapi dia adalah saudara dan sahabatku.”
Sabda Baginda kepada Umar: “Andaikata engkau melalui suatu jalan, tentu syaitan akan melalui jalan yang lain.”
Sabda Baginda kepada Uthman: “Sesungguhnya beliau adalah orang yang para malaikat pun berasa malu terhadap dirinya.”
Sabda Rasulullah terhadap Ali: “Di mataku engkau seperti kedudukan Harun di mata Musa.”
Sabda Rasulullah terhadap Khalid bin al-Walid: “Beliau adalah salah satu darip pedang-pedang Allah.”
Sabda Rasulullah terhadap Abu Ubaidah: “Beliau adalah kepercayaan umat ini.”
Masih ramai sahabat yang dipuji Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kerana kelebihan dan keistimewaan mereka. Di antara mereka ada dari kalangan pemuda, seperti Usamah bin Zaid yang diangkat menjadi komandan pasukan perang, padahal dalam pasukan tersebut terdapat para pemuka sahabat. Baginda mengangkat Itab bin Usaid sbagi pegawai di Makkah, padahal umurnya masih dua puluh thn. Mu’adz bin Jabal dikirim ke Yaman, padahal beliau masih muda. Sebahagian di antara mereka lebih diutamakan darip orang-orang yang lebih terdahulu memeluk Islam, kerana kelebihan dirinya, seperti Khalid bin al-Walid dan Amr bin al-Ash.
Boleh jadi seseorang tidak mahu memberikan pujian kepada orang yang layak dipuji, kerana ada maksud tertentu dalam dirinya, atau kerana rasa iri hati yang disembunyikan, seperti takut campurtangan di pejabatnya, atau menyaingi kedudukannya. Kerana dia juga tidak mampu untuk melemparkan celaan, maka setidak-tidaknya dia hanya berdiam diri dan tidak perlu menyanjungnya.
Kita melihat bagaimana Umar bin al-Khattab yang meminta pendapat Ibn Abbas dalam pelbagai urusan, padahal Ibn Abbas masih sgt muda. Maka para pemuka sahabat berkata kepadanya, “Bicaralah wahai Ibn Abbas. Kerana usia yang muda tidak menghalangimu untuk berbicara.”

Keenam: Berbuat Selayaknya Dalam Memimpin

Orang yang mukhlis kerana Allah akan berbuat selayaknya ketika menjadi pemimpin di barisan terhadapan dan ttp patriotik ketika berada paling blkg, selagi dalam dua keadaan ini dia mencari keredhaan Allah. Hatinya tidak dikuasai kesenangan untuk tampil, menguasai barisan dan menduduki jabatan strategi dalam kepimpinan. Tetapi dia lebih mementingkan kemashlahatan bersama kerana takut ada kewajipan dan tuntutan kepimpinan yang dia lewatkan.
Apa pun keadaannya dia tidak bercita-cita dan tidak menuntut kedudukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Tetapi jika dia dibebankan tugas sbagi pemimpin, maka dia melaksanakannya dan memohon pertolongan kepada Allah agar dia mampu melaksanakannya dgn baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mensifatkan kelompok orang seperti ini dalam sabda Baginda yang bermaksud:
“Keuntungan bagi hamba yang mengambil tali kendali kudanya fi sabilillah, yang kusut kepalanya dan yang kotor kedua telapak kakinya. Jika kuda itu berada di barisan blkg, maka dia pun berada di kedudukan penjagaan.”  (HR Imam Bukhari)
Allah meredhai Khalid bin al-Walid yang diberhentikan sbagi komandan pasukan, sekali pun beliau seorang komandan yang sentiasa mendapat kemenangan. Stelah itu beliau pun menjadi orang bawahan Abu Ubaidah tanpa rasa rendah diri. Dalam kedudukan seperti itu pun beliau ttp ikhlas memberikan pertolongan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan seandainya ada seseorang yang meminta jawatan dan sengaja untuk mendapatkannya. Telah disebuntukan di dalam as-Shahih, bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah:
“Janganlah engkau memimta jawatan pemimpin. Kerana jika engkau memperoleh jawatan itu tanpa meminta maka engkau akan mendapat sokongan, dan jika engkau memintanya, maka semua tanggungjawab akan dibebankan kepadamu.”  (Muttafaq ‘Alaihi)

Ketujuh: Mencari Keredhaan Allah, Bukan Keredhaan Manusia

Tidak memperdulikan keredhaan manusia jika di sebalik itu ada kemurkaan Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab setiap orang di antara satu sama lain saling berbeza dalam sikap, rasa, pemikiran, kecenderungan, tujuan dan jalan yang ditempuh. Berusaha membuat mereka redha adalah suatu yang tidak bertepi, tujuan yang sulit diketahui dan tuntutan yang tidak terkabul. Dalam hal ini seorang penyair berkata:
Adakalanya seseorang
Membuat redha sekian ramai orang
Kini betapa jauh jarak yang membentang
Di tengah tuntutan-tuntutan hawa nafsu
Penyair lain berkata:
Jika aku meredhai orang-orang yang mulia
Tentunya aku memurkai orang-orang yang hina
Orang yang mukhlis tidak terlalu peduli dgn semua ini, kerana syiarnya hanya bersama Allah. Dikatakan dalam satu syair:
Boleh jadi engkau mengasingkan diri
Tetapi hidup ttp terasa pahit di hati
Boleh jadi engkau redha
Padahal orang lain murka
Engkau membangun dan orang lain merobohkan
Antara diriku dan alam ada kerosakan
Jika di hatimu ada cinta semua itu tiada daya
Apa yang ada di atas tanah
Ttp menjadi tanah

Kelapan: Menjadikan Keredhaan Dan Kemarahan Kerana Allah, Bukan Kerana Kepentingan Peribadi

Kecintaan dan kemarahan, pemberian dan penahanan, keredhaan dan kemurkaan harus dilakukan kerana Allah dan agamaNya, bukan kerana pertimbangan peribadi dan kepentingannya, tidak seperti orang-orang munafik opportunis yang dicela Allah dalam KitabNya:
“Dan di antara mereka ada yang mencela mu tentang (pembahagian) zakat. Jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dgn serta merta mereka menjadi marah.”  (at-Taubah: 58)
Boleh jadi engkau pernah melihat orang-orang yang aktif dalam lapangan dakwah, apabila ada salah seorang rakannya melontarkan perkataan yang mengganggu atau melukai perasaannnya, atau ada tindakan yang menyakiti dirinya, maka secepat itu pula dia marah dan meradang, lalu meninggalkan harakah dan aktivitinya, meninggalkan medan jihad dan dakwah.
Ikhlas untuk mencapai tujuan menuntutnya untuk cekal dalam berdakwah dan gerak langkahnya, sekali pun orang lain menyalahkan, meremehkan dan bertindak melampaui batas terhadap dirinya. Sebab dia berbuat kerana Allah, bukan kerana kepentingan peribadi atau atas nama keluarga, serta bukan kerana kepentingan orang tertentu.
Dakwah kepada Allah bukan seperti harta yang ditimbun atau harta milik seseorang. Tetapi dakwah merupakan milik semua orang. Siapa pun orang Mu’min tidak boleh menarik diri dari medan dakwah ini hanya kerana sikap atau tindakan tertentu yang mempengaruhi dirinya.

Kesembilan: Sabar Sepanjang Jalan

Perjalanan yang panjang, lambatnya hasil yang diperoleh, kejayaan yang tertunda, kesulitan dalam bergaul dgn pelbagai lapisan manusia dgn perbezaan perasaan dan kecenderungan mereka, tidak boleh membuatnya menjadi malas, bersikap leka, mengundurkan diri, atau berhenti di tengah jalan. Sebab dia berbuat bukan sekadar untuk sebuah kejayaan atau pun kemenangan, tetapi yang plagi pokok tujuannya adalah untuk keredhaan Allah dan menuruti perintahNya.
Nabi Nuh ‘alaihissalam, pemuka para anbia’, hidup di tengah kaumnya selama 950 thn. Beliau berdakwah dan bertabligh, namun hanya sedikit sekali yang mahu beriman kepada beliau. Padahal pelbagai cara dakwah sudah ditempuh, waktu dan bentuk dakwahnya juga pelbagai cara, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah melalui perkataan beliau:
“Wahai Rabb-ku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan terlalu menyombongkan diri.”  (Nuh: 5-7)
Sekali pun harus menghabiskan masa selama 950 thn, beliau ttp menyeru kaumnya dan akhirnya ada 40 orang yang berhimpun bersama beliau. Sedangkan kaumnya yang lain berpaling dari beliau, sekali pun beliau sgt berharap mereka mahu beriman.
Al-Quran telah mengisahkan kepada kita individu-individu Mu’min di dalam surah al-Buruj. Mereka rela mengorbankan nyawa fi sabilillah dan mereka tidak mengatakan, “Kematian ini dpt memberi apa-apa manfaat terhadap dakwah kita?”
Mereka tidak berkata seperti itu, kerana mereka mempunyai keteguhan hati dan pengorbanan. Kejayaan dakwah ada di tgn Allah. Siapa yang tahu kalau pun darah mereka itu merupakan santapan lazat bagi pohon iman generasi berikutnya?
Perkara yang prinsip, alam orang yang mukhlis hanya bagi Allah semata. Dia cekal dalam hal ini dan terus seperti itu. Hasil dan buah di dunia diserahkan kepada Allah, kerana Allah-lah yang menyediakan penyebabnya dan membatasi waktunya. Dia hanya sekadar berusaha. Jika berjaya, maka segala puji hanya bagi Allah, dan jika gagal, maka segala daya kekuatan itu hanya milik Allah.
Sesungguhnya di akhirat Allah tidak akan bertanya kepada manusia, “Mengapa engkau tidak memperoleh kemenangan?” Tetapi Dia akan bertanya, “Mengapa engkau tidak berusaha?”
Allah tidak bertanya, “Mengapa engkau tidak berjaya?” Tetapi Dia bertanya, “Mengapa engkau tidak melakukannya?”

Kesepuluh: Berasa Senang Jika Ada Yang Bergabung

Berasa senang jika ada seseorang yang mempunyai kemampuan, bergabung dalam barisan mereka yang mahu beramal, untuk menegakkan bendera atau ikut taat dalam amal. Hal ini harus disertai dgn usaha memberikan kesempatan kepadanya, sehingga dia dpt mengambil tempat yang sesuai dgn kedudukannya. Dia tidak harus rasa terganggu, terganjal, dengki atau pun gelisah kerana kehadirannya. Malahan jika orang yang mukhlis melihat ada orang lain yang lebih baik darip dirinya yang mahu memikul tanggungjawabnya, maka dgn senang hati dia akn mundur, memberikan tanggungjawabnya kepada orang itu dan dia berasa senang menyerahkan jawatan kepadanya.
Sebahagian orang yang memegang jawatan, lebih-lebih lagi jika berada di barisan hadapan, tidak mahu menyerah dalam mempertahankan kedudukannya, tidak mahu berundur walau bagaimanapun keadaannya dan suka menekan orang lain. Dia berkata, “Ini merupakan kedudukan yang telah diberikan Allah kepadaku, maka aku tidak mahu melepaskannya. Ini adalah pakaian yang telah dikenakan kepadaku, maka aku tidak mahu membukanya. Kedudukan ini dtg dari langit.”
Padahal waktu terus berlalu, keadaan berubah dan kekuatan menjadi lemah. Setiap masa diperuntukkan bagi mereka yang sesuai dgnnya, sebagaimana setiap tempat diperuntukkan bagi orang yang mmg sesuai dgn tenoat itu. Banyak cemuhan ditujukan kepada penguasa yang bermati-matian mempertahankan kerusi dan kedudukannya, dgn anggapan bahawa merekalah yang paling mampu mengendalikan perahu dan menjaganya dari terpaan angin taufan.
Ketika mendapat kritik dari orang lain, para da’ie Muslim tidak boleh menutup mata atau menutup telinga. Mereka juga tidak boleh lpada tgn demi kemaslahatan dakwah sebagaimana orang lain yang tidak boleh lps tgn demi kemaslahatan negara dan ummah. Kerana andai lpada tgn, boleh jadi itu merupakan belenggu syaitan dan godaan yang dibisikkan ke dalam hati para aktivitis Islam. Sehingga jika yang lebih banyak berbicara adalah kepentingan diri sendiri, kecintaan kepada kedudukan dan dunia, maka itu dianggap pengabdian terhadap agama.
Brp ramai jemaah atau harakah yang disusupi kezaliman dari luar, pengaruh dari dalam atau kepincangan dalam berfikir dan beramal, tiada inovasi dan tajdid, sbagi akibat dari kerakusan satu atau dua orang yang terlibat di dalamnya. Dia tidak mahu melepaskan kedudukannya kepada orang lain. Dia lupa bahawa bumi ini terus berputar, planet-planet terus berlalu, dunia terus berubah. Tetapi ternyata mereka tidak mahu berputar seiring dgn putaran bumi, tidak berubah seiring dgn perubahan waktu dan tempat serta keadaan manusia.
Malahan di antara mereka ada yang memikul beban dan tanggungjawab melebihi kemampuan bahunya. Padahal maksudnya ialah untuk menghalang jalan bagi orang lain yang lebih mampu dan lebih bertenaga, bukan sahaja orang lain itu dpt dikerahkan untuk mengurangkan beban amanat yang dipikulnya malah sekaligus sbagi melatih diri untuk memikul tanggungjawab.

Kesebelas: Rakus Terhadap Amal Yang Bermanfaat

Di antara bukti ikhlas adalah rakus terhadap amal yang paling diredhai Allah, dan bukan yang paling diredhai oleh dirinya sendiri. Sehingga orang yang mukhlis lebih mementingkan amal yang lebih banyak manfaatnya dan lebih mendalam pengaruhnya, tanpa disusupi hawa nafsu dan kesenangan diri sendiri.
Dia senang melakukan puasa nafilah dan solat dhuha. Namun sekali pun waktunya dihabiskan untuk mendamaikan mereka yang sdg bertikai, justeru itulah yang lebih dipentingkannya. Dalam sebuah hadith disebuntukan:
“Ketahuilah, akan ku khabarkan kepadamu tentang sesuatu yang lebih utama darip darjat puasa, solat dan sedekah. Iaitu mendamaikan di antara sesama manusia. Sebab kerosakan di antara sesama amnusia adalah pemotong.”  (HR Imam Abu Daud dan at-Tirmidzi, hadith shahih)
Dia mendapatkan kesenangan di hati dan kegembiraan di dalam jiwa jika boleh melaksanakan umrah pada setiap bulan Ramadhan dan haji pada musimnya. Tetapi dikatakan kepadanya, “Sumbangkan saja wang itu untuk ikhwan kita di Palestin atau Bosnia atau Kashmir yang sdg mengalami kehancuran.” Jika hatinya tidak lapang dan menolak, maka dia seperti apa yang dikatakan al-Ghazali sbagi orang yang tertipu.
Ada seorang penderma dari salah satu negara kaya yang berkunjung ke Afrika untuk membangun sebuah masjid. Di sana dia ditemui oleh para wakil masyarakat, yang mengusulkan akar dia membaiki bbrp masjid lama yang hampir roboh. Sementara masjid-masjid itu berada di tempat strategik di tengah permukiman penduduk dan kewujudannya sgt diperlukan. Tabung yang mestinya untuk membangun satu masjid yang direncanakan, cukup untuk membaiki sepuluh masjid lama yang sudah ada dan hampir roboh itu. Tetapi ternyata dia menolak, kecuali jika namanya digunakan untuk nama-nama masjid tersebut.

Kedua Belas: Menghindari Ujub

Di antara tanda kesempurnaan ikhlas ialah tidak merosak amal dgn ujub, berasa senang dan puas terhadap amal yang telah dilakukannya. Sikap seperti ini dpt membutakan matanya untuk melihat celah-celah yang sewaktu-waktu muncul. Seharusnya apa yang perlu dilakukan oleh orang Mu’min stelah melaksanakan suatu amal ialah takut jikalau dia telah melakukan kelalaian, disedari mahupun tidak disedari. Maka dari itu dia takut jikalau amalnya tidak diterima. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari mereka yang bertaqwa.”  (al-Maidah: 27)
Di antara ungkapan yang sgt berkesan dalam masalah ini, yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib adalah, “Suatu keburukan yang menyesakkanmu lebih baik di sisi Allah darip kebaikan yang membuatmu ujub.”
Pengertian seperti ini juga ditetapkan Ibn ‘Atha’illah di dalam Al-Hikam, beliau berkata, “Boleh jadi Allah membuka pintu ketaatan bagimu, tetapi tidak membuka pintu penerimaan amal bagimu. Boleh jadi Allah mentaqdirkan kederhakaan ke atas dirimu, lalu kederhakaan itu menjadi sebab yang menghantarkan ke tujuan. Kederhakaan yang membuahkan ketundukan dan kepasrahan lebih baik darip ketaatan yang membuahkan ujub dan kesombongan.”
Dari sini al-Quran memperingatkan agar tidak menyertai sedekah dgn menyebut-nyebut sedekah itu dan ucapan yang menyakitkan, kerana dikhuatirkan justeru menggugurkan pahala yang dihilangkan pengaruhnya. Allah berfirman yang bermaksud:
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik darip sedekah yang diiringi dgnsuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekah kamu dgn menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya kerana riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan bagi orang itu adalah seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu jadilah ia bersih (tidak bertanah).”  (al-Baqarah: 263-264)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memperingatkan ujub dan menjadikannya termasuk hal-hal yang merosak. Ibn Umar meriwayatkan dari Baginda yang bermaksud:
“Tiga perkara yang merosak dan tiga perkara yang menyelamatkan. Sedangkan perkara-perkara yang merosak adalah kedekut yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujub seseorang terhadap dirinya.”  (HR Imam at-Thabrani, hadith hasan dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir, no. 3045)
Al-Quran telah mengisahkan kepada kita kejadian yang dialami kaum Muslimin pada waktu Perang Hunain. Allah telah memberikan kemenangan kepada mereka sewaktu Perang Badar, padahal mereka sama sekali tidak diunggulkan menang. Allah juga memberikan kemenangan kepada mereka pada Perang Khandaq, yang sebelum itu pandangan mereka meredup, hati mereka naik ke atas hingga sampai ke tenggorokan, mereka menduga yang bukan-bukan terhadap Allah dan mereka tergoncang dgn hebat. Allah juga memberikan kemenanagn kepada mereka pada waktu Perang Khaibar dan Fathu Makkah. Tetapi pada waktu Perang Hunain mereka menjadi ujub kerana jumlah mereka yang banyak. Ternyata jumlah yang banyak ini tidak memberi manfaat apa-apa, hingga mereka pasrah kepada Allah. Mereka pun menyedari bahawa kemenangan datang hanya dari sisi Allah. Dia berfirman yang bermaksud:
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai kaum Mu’min) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, iaitu pada waktu kamu menjadi sombong kerana banyaknya jumlah kamu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kamu, kemudian kamu lari ke blkg dgn bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada mereka yang beriman.”  (at-Taubah: 25-26)
Orang Mu’min yang sedar adalah mereka yang menyerahkan segala urusannya hanya kepada Allah, lalu percaya bahawa kemenangan hanya dtg dari sisiNya. Firman Allah:
“Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”  (Aali Imran: 126)
Kemuliaan juga datang hanya dari sisiNya:
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu.”  (Fathir: 10)
Taufiq kepada hal-hal yang baik juga berasal dari pertolongan Allah. FirmanNya:
“Dan tidak ada taufiq bagiku melainkan dgn (pertolongan) Allah.”  (Hud: 88)
Hidayah hanya dtg dari sisiNya:
“Barangsiapa yang disesatkanNya, maka kamu tidak boleh mendapatkan seorang pemimpin pun yang dtg yang mampu memberikan petunjuk kepadanya.”  (al-Kahfi: 17)
Dikatakan dalam sebuah syair:
Andaikan Allah tiada mempedulikan kehendakmu
Nescaya tidak akan ada pilihan bagi semua manusia
Andaikan Dia tidak memberi petunjuk jalanmu
Nescaya kau akan tersesat sekali pun langit ada di sana

Ketiga Belas: Peringatan Agar Membersihkan Diri

Al-Quran telah memperingatkan untuk membersihkan diri dari pujian dan sanjungan ke atas dirinya, sebagaimana firmanNya:
“Dia lebih mengetahui tentang (keadaan) kamu, ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih dalam janin perut ibumu. Maka janganlah kamu mengatakan diri kamu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa.”  (an-Najm: 32)
Allah mencela orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap dirinya suci. Firman-Nya yang bermaksud:
“Apakah kamu tidak memerhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan sesiapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.”  (an-Nisa: 49)
Hal ini terjadi kerana mereka berkata, seperti yang dijelaskan Allah yang bermaksud:
“Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.”  (al-Maidah: 18)
Perkataan mereka ini disanggah dengan firman-Nya yang bermaksud:
“Tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni sesiapa yang dikehendaki-Nya dan menyeksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan, kepunyaan  Allah-lah kerajaan di antara keduanya, dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).”  (al-Maidah: 18)
Orang yang telah melakukan sesuatu amal shaleh, tidak boleh mempamerkan amalnya itu, kecuali jika untuk menyampaikan nikmat Rabb-Nya:
“Dan terhadap nikmat Rabb-mu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dgn bersyukur).”  (ad-Dhuha: 11)
Selain itu ia bertujuan untuk memancing orang lain agar mengikutinya. Sabda Baginda yang bermaksud:
“Barangsiapa membuat sunnah yang baik, maka dia mendapat pahala sunnah itu dan pahala orang yang mengerjakannya.”  (HR Imam Muslim)
Dibolehkan juga jika bertujuan untuk membela diri kerana ada tuduhan yang dilemparkan kepadanya, padahal dia tidak bersangkut-paut dgn tuduhan tersebut, atau mungkin ada sebab-sebab lain. Semua itu diperbolehkan bagi orang yang batinnya sudah kuat kerana Allah semata dan bukan kerana tujuan yang bukan-bukan serta tidak tergolong pada ujub, tidak bertujuan mencari sanjungan dari orang lain dan mendapatkan kedudukan di kalangan masyarakat. Namun memang jrg orang yang bebas dari tujuan ini.
Orang Islam harus waspada, jangan sampai ujub terhadap diri sendiri, kerana kebaikan dan keshalihan yang dilakukannya, atau keyakinan bahawa hanya dialah yang beruntung sdg yang lain merugi, atau dia dan jamaahnyalah yang layak disebut al-firqah an-najiyyah (golongan yang selamat) sdgkan semua kaum Muslimin rosak, atau hanya merekalah yang layak disebut thaifah manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan) sdgkan yang lain dibiarkan.
Pandangan terhadap diri sendiri seperti ini adalah ujub yang merosak, dan pandangan terhadap orang-orang Islam seperti itu adalah pelecehan yang menghinakan.
Dalam sebuah hadith shahih disebuntukan: “Jika seseorang berkata ‘Manusia telah rosak’, maka dialah yang lebih rosak darip mereka.”  (HR Imam Muslim)
Hadith ini diriwayatkan dgn bacaan ‘ahlakuhum’, dgn pengertian bahawa justeru dialah yang lebih banyak dan lebih cepat menimbulkan kerosakan, kerana dia terpedaya oleh diri sendiri, congkak terhadap amalannya dan melecehkan orh lain. Dgn bacaan dan makna seperti ini, bererti dialah yang menyebabkan kerosakan mereka, kerana dia berasa lebih unggul dari mereka dan juga membuatkan mereka berputus asa terhadap rahmat Allah.
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Larangan ini ditujukan kepada orang-orang yang berkata seperti itu, kerana ujub terhadap diri sendiri, mengecilkan orang lain dan berasa dirinya lebih unggul  dari mereka. Ini adalah perbuatan yang diharamkan. Tetapi jika perkataan seperti itu disampaikan kerana memang ada kekurangan dalam pengamalan agama mereka atau kerana rasa prihatin terhadap situasi mereka dan juga situasi agama mereka, maka hal itu tidak apa-apa. Inilah yang ditafsir dan dihuraikan oleh para ulama, seperti yang dikatakan olek Malik bin Anas, al-Khattabi, al-Humaidi dan lain-lainnya.
Dalam hadith lain disebutkan, yang bermaksud:
“Cukuplah seseorang disebut buruk jika dia mencela saudara Muslimnya.”  (HR Imam Muslim)
Sebab di antara orang Islam atas orang Islam lainnya adalah dilarang menzalimi, menghinakan dan melecehkannya. Tidak mungkin seseorang mencela saudaranya sendiri, sdgkan mereka ibarat dua cabang yang melekat di satu pohon yang sama.
Lihat apa yang dihuraikan oleh al-Ghazali di dlm Dzammusy-Syuhrah wa Intisyarushshit, dan Bayanu Fadhilatil-Khumul, dari kitab Dzamjul-Jah war-Riya’, dari kitab al-Ihya’, yang disyarahkan al-Allamah Murtadha az-Zubaidi, 8/232-238

Khutbah Terakhir Nabi Muhammad SAW

Khutbah Terakhir Nabi Muhammad SAW:

9 ZULHIJJAH TAHUN 10 HIJRAH, DI LEMBAH URANAH, GUNUNG 'ARAFAH
"Wahai manusia dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan !!! Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengarlah dengan teliti kata-kataku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini.
Wahai manusia, sepertimana kamu menganggap bulan ini dan kota ini sebagai suci maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak.
Janganlah kamu sakiti sesiapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu pula. Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti akan membuat perhitungan atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba', oleh itu segala urusan yang melibatkan riba' hendaklah dibatalkan mulai sekarang.
Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara-perkara kecil.
Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kamu, mereka juga mempunyai atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan mereka ke atas kamu maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.
Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik! dan berlemah lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu ke atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.
Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kataku ini. Sembahlah Allah, dirikanlah solat lima kali sehari, berpuasalah di Bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dan harta kekayaan kamu dan kerjakanlah ibadah haji sekiranya mampu.
Ketahuilah bahawa setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama; tidak ada seorangpun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam taqwa dan amal soleh.
Ingatlah bahawa kamu akan mengadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan atas segala apa yang telah kamu lakukan. Oleh itu, awasilah tindak-tanduk kamu agar jangan sekali-kali kamu terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.
Wahai manusia, tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kataku yang telah disampaikan kepada kamu.
Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya nescaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al-Quran dan Sunnahku.
Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku ini menyampaikannya pula kepada orang lain dan hendaklah orang yang lain itu menyampaikannya pula kepada orang lain dan begitu seterusnya.
Semoga orang yang terakhir yang menerimanya lebih memahami kata-kataku ini dari mereka yang mendengar terus dariku. Saksikanlah Ya Allah, bahawasanya aku telah sampaikan risalah-Mu kepada hamba-hamba- Mu. "

Selasa, 07 Agustus 2012

Sudahkah ANDA Bayar ZAKAT ?













Fasilitas ini disediakan untuk membantu anda menghitung besar zakat anda. Hitunglah pendapatan dan simpanan anda untuk mengetahui besar zakat / infaq yang perlu dikeluarkan. Masukkan nilai rupiah tanpa titik atau koma. Setelah itu silahkan hubungi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh (BAZIS) terdekat untuk membayar Zakat/Infaq anda.
AYO BAYAR ZAKAT ANDA SEBELIM TERLAMBAT , SIMULASI PERHITUNGAN ZAKAT ANDA KLIK PADA GAMBAR.

Minggu, 22 Juli 2012

BELAJAR MENERJEMAH AL-QUR'AN DENGAN METODE GRANADA


METODE GRANADA SISTEM 4 LANGKAH

Metode Granada : Singkat & Padat
1- Komponen kalimat dalam bahasa Arab hanya ada tiga, yaitu kata bendakata kerja dan huruf bermakna. Kesemuanya akan dengan mudah teridentifikasi melalui ciri-ciri khususnya.
2- Kami telah mengalihbahasakan istilah-istilah Arab ke dalam bahasa Indonesia, sehingga peserta yang awam tidak terbebani dengan istilah asing.
3- Konsep utama yang diusung metode ini adalah Anda mengenali awalan, sisipan, dan akhiran sehingga Anda mampu memperoleh akar kata dari tiap kalimat dalam text Arab.
4- Awalan, sisipan, dan akhiran dari tiap kalimat dalam Al-Qur’an dikemas hanya dalam satu halaman Tabel Rumus Granada.
5- Beberapa materi tata bahasa Arab yang rumit sepertipola aktif & pasif (fi’il majhul, fail & maf’ul) dan huruf penyakit (harf ‘illah), diringkas dengan mudah & unik.

VIDEO METODE GRANADA



99 Jalan Masuk Surga Langkah & Menuju Kesempurnaan Iman


Dari Milist Tetangga semoga bermanfaat
01. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02. Sabar apabila mendapat kesulitan;
03. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04. Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
05. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
06. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08. Jangan usil dengan kekayaan orang;
09. Jangan hasad dan iri atas kesuksessan orang;
10. Jangan sombong kalau memperoleh kesuksessan;
11. Jangan tamak kepada harta;
12. Jangan terlalu ambitious akan sesuatu kedudukan;
13. Jangan hancur karena kezaliman;
14. Jangan goyah karena fitnah;
15. Jangan berkeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri.
16. Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17. Jangan sakiti ayah dan ibu;
18. Jangan usir orang yang meminta-minta;
19. Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21. Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22. Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23. Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24. Lakukan shalat fardhu di awal waktu, berjamaah di masjid;
25. Biasakan shalat malam;
26. Perbanyak dzikir dan do’a kepada Allah;
27. Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28. Sayangi dan santuni fakir miskin;
29. Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30. Jangan marah berlebih-lebihan;
31. Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32. Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33. Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34. Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila
karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35. Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syaitan;
36. Jangan percaya ramalan manusia;
37. Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39. Jangan terlampau takut kepada manusia;
40. Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41. Berlakulah adil dalam segala urusan;
42. Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah;
44. Hiasi rumah dengan bacaan Al-Quran;
45. Perbanyak silaturrahim;
46. Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
47. Bicaralah secukupnya;
48. Beristeri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
49. Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
50. Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
51. Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
52. Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
53. Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
54. Hormatilah kepada guru dan ulama;
55. Sering-sering bershalawat kepada nabi;
56. Cintai keluarga Nabi saw;
57. Jangan terlalu banyak hutang;
58. Jangan terlampau mudah berjanji;
59. Selalu ingat akan saat kematian dan sedar bahawa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara;
60. Jauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat seperti mengobrol yang tidak berguna;
61. Bergaul lah dengan orang-orang soleh;
62. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
63. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
64. Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
65. Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan lagi;
66. Jangan membenci seseorang karena pahaman dan pendiriannya;
67. Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
68. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuatu pilihan
69. Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan.
70. Jangan melukai hati orang lain;
71. Jangan membiasakan berkata dusta;
72. Berlakulah adil, walaupun kita sendiri akan mendapatkan kerugian;
73. Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
74. Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
75. Hormati orang lain yang lebih tua dari kita
76. Jangan membuka aib orang lain;
77. Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih berprestasi dari kita;
78. Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
79. Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
80. Jangan sedih karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
81. Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama,bangsa dan negara;
82. Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
83. Jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
84. Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
85. Hargai prestasi dan pemberian orang;
86. Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
87. Akrablah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan.
88. Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan kondisi diri kita;
89. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisikal atau mental kita menjadi terganggu;
90. Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
91. Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai-pandailah untuk melupakan jasa kita;
92. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain terhina;
93. Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut teman kita sebelum dipastikan kebenarannya;
94. Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
95. Sambutlah huluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban dan keramahan dan tidak berlebihan;
96. Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan diri;
97. Waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tentangan. Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
98. Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan setiap kejahatan akan melahirkan merusakan;
99. Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangan kaya dengan memiskinkan orang.
Allah’s love is unconditional, today, tomorrow and always.
May Allah Bless
you everyday.
Amiin
=====
“Sebarkanlah walau satu ayat pun” (Sabda Rasulullah SAW) “Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.
Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan yang besar.” (Surah Al-Ahzab:71)

Twitter Chat